RENDAHKAN ADZAN, CADAR, DAN SYARIAT ISLAM. KIYAI NU SEMPROT BALIK SUKMAWATI

gambar : mojok.co
Yogyakarta, elmabda - Puisi bertajuk Ibu Indonesia karangan salah satu tokoh budayawati tanah air, Sukmawati Soekarnoputri, yang ia bacakan dalam fashion show Anne Avantie beberapa waktu lalu menuai kontroversi dan terus bergulir di media sosial. Netizen pun menumpahkan komentar melalui status-status facebook secara emosional, menusuk, bahkan tidak sedikit diantaranya menggunakan kata-kata penuh amarah.

Hal ini tak luput dari perhatian dari tokoh Intelektual muda NU, Hasan Basri Marwah. Menurut Hasan, puisi Sukmawati berangkat dari pemahaman keindonesiaan yang usang. Selain itu, narasi demikian identik dengan perspektif pendidikan di era kolonial yang hanya bisa dinikmati kaum borjuis.

“Islam sebagai momok itu khas tularan kolonial yang menimpa para borjuasi kolonial,” katanya ketika diminta pendapat oleh NU Online, Selasa (3/4).

baca juga : Larik Puisi Ibu Indonesia Karangan Sukmawati Soekarnoputri

Konteks puisi tersebut dianggap telah mencederai ajaran Islam, khususnya terkait cadar dan suara adzan. KH Ng. Agus Sunyoto, Ketua Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) PBNU lantas menyemprot balik dengan mengatakan puisi Karangan Putri dari Soekarno itu berangkat dari pemikiran pendidikan lama yang tidak berhubungan dengan perkembangan negara di masa sekarang.

“Latar belakang dia generasi masa lampau,” ujar Sang Kiyai sebagaimana hasil wawancara NU Online.

Kiyai Agus pun berpandangan, Sukmawati Soekarnoputri malah terlihat seperti orang Marhaen memahami Masyumi.

“Makanya yang disebut syariat Islam itu ingatannya adalah wong-wong (orang) Wahabi. Ingatannya ke Masyumi, yang ingin membawa syaraiat Islam ke dasar negara. Kalau ditanya anti-Islam atau tidak, tanya aja Sukmawati, Megawati, Rahmawati, agamanya apa? Islam kan? Buat apa PDIP punya Baitul Muslimin kalau bukan orang Islam,” jelasnya.

Karya ‘sastra’ Sukmawati itu juga dinilai tidak mencerminkan semangat ayahnya, Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang kental dengan spirit ajaran Islam; Pancasila kita kembali pada Piagam Jakarta dengan sila pertama Piagam Jakarta yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

“Dekrit itu belum dicabut. Enggak pernah dianulir sampai sekarang. Tak ada Tap MPR yang membatalkan Dekrit 5 Juli itu,”  katanya mengakhiri.

Sebelumnya ketika berita ini mencuat, pihak media seperti detik.com telah mengonfirmasi Sukmawati, kemudian dijelaskan saudara dari Megawati Soekarnoputri itu memberikan alasannya mengarang puisi yang disalahtafsirkan oleh beberapa pihak karena dianggap menyinggung ajaran keyakinan tertentu. Dirinya meyakinkan hanya membeberkan fakta yang ia amati dalam perkembangan Indonesia dewasa ini, terutama di wilayah bagian timur, yang notabene diklaim tidak mengetahui perihal syariat Islam, dan mengalami disintegrasi sosial.

sumber : nu.or.id (Abdullah Alawi) dan detik.com 

No comments

silahkan bergabung di sini..berbagi ilmu secara sopan dan penuh keakraban..