CORPORATE MINDSET, BLOKCHAIN, DAN REVOLUSI PEMBANGUNAN EKONOMI DESA

Sambas, elmabda - Saban hari saya melihat ayah mertua bekerja. Saya heran, haru, campur sedih. Kerja mulai pagi, istirahat sejenak saat matahari meninggi, kemudian lanjut hingga langit meredup.
Saya hanya mampu membantu seadanya walau ini bukan dunia saya. Sudah dua tahun terakhir. Saya menemukan masalah. Kerja terlalu berat. Menukar uang dengan tulang. Pundi rupiah mati di meja. Kerja bertaruh kematian, sementara harga dipermainkan. Praktik Kapitalisme di perkampungan!
Berpikir sedikit dalam lamunan hujan, saya teringat cerita bung Rendy Saputra yang memberikan kabar membanggakan dari salah seorang putra kalbar asal Kota Pontianak, Reza Abdul Jabbar, yang memutuskan hijrah ke Selandia Baru dan beternak sapi perah. Mengejutkan, peternakan sapi yang digarap secara berjamaah oleh peternak setempat membuahkan hasil ekspor tak kurang 15 juta ton per hari! Fakta mahaswadaya!
Reza bersama 10.500 para peternak lokal berinisiatif mengumpulkan uang receh untuk pabrik yang telah dibuat secara mandiri, lalu dari situ lahir produk susu olahan sapi perah dengan brand sendiri. Perolehan dari penjualan dibagi ke sesama peternak. Harga pun stabil. Mereka yang tentukan (Price Maker), tidak ditekan oleh Agen, penampung, "cangkau" dalam istilah bahasa lokal kami.
Mendengar fakta menginspirasi ini, muncul ide liar di kepala saya. "Aha, bagaimana menyosialisasikan CORPORATE MINDSET kepada masyarakat sekitar?” Disisi lain saya sadar betul bahwa saya termasuk golongan System Person, sebuah anomali People Person. Saya ada di bagian manusia yang cenderung asosial. At least, saya pernah bicara kepada karyawan saya, menerangkan jika saya terlihat bagus di tulisan. Kalau bicara langsung sepatah dua patah kata okelah, tapi saya tak begitu menikmatinya.
Kembali ke CORPORATE MINDSET (pola pikir perusahaan), saya berimaji bagaimana tatakelola Reza dan para petani di negeri jajahan Australia bisa diaplikasikan di kediaman saya di Desa Sendoyan Kabupaten SAMBAS?
Saya belum menemukan data akurat terkait angka potensi Desa yang cantik dihias Gunung Senujuh, namun dari penuturan Ayah mertua, kolega, maupun sanak saudaranya, sedikitnya mereka memiliki puluhan ribu batang sawit, ribuan lada, karet, hasil air Udang A kualitas wahid. Bahkan saat ini tengah panen akbar rambutan ribuan ikat. Namun sangat disayangkan, sukma finansial mereka berakhir di tangan CANGKAU! Fenomena menyedihkan ini memadati kepala saya beberapa waktu terakhir. Saya harap ungkap kecil ini dapat didengar oleh stakeholder terkait. Jika diundang untuk berdiskusi saya siap.
Langkah sederhana yang dapat diambil adalah, pemerintah desa berkoordinasi secara simultan terhadap jenjang hirarkinya hingga lapisan terbawah, membuat regulasi, lalu mendorong masyarakat tani agar saling bekerjasama membangun ekonomi sektor perkebunan, ditinjau berdasarkan potensi alam yang tersedia. Caranya dengan menghimpun masing-masing pemilik kebun sawit dan mendata berapa persen lahan perkebunan - sebagai contoh; sawit - yang produktif untuk selanjutnya dibuat sistem saham dengan rasio, misal: jika ditotal seluruh sawit di Desa Sendoyan berjumlah 10000 batang, maka tinggal dibagi. Untuk pemilik 1000 sawit, otomatis 10% ia menggengggam saham. Untuk pemilik 500 sawit ke bawah, disesuaikan persentasenya. Dengan kata lain, seluruh petani tempatan, dari semula berusaha sendiri, bertranformasi mendirikan perusahaan. Dikoordinir oleh pemerintah desa.
Selain itu, koperasi desa patut digalakkan, dimana dana-dana kecil dikumpulkan. Project berikutnya, bergotong royong mendirikan Pabrik Sawit. Lambat laun kuasai hulu – hilirnya! Warga desa sudah semestinya tak menggantungkan nyawa dan darah mereka kepada penampung yang bertangga-tangga si pencipta kemiskinan sistematis.
Kaum muda SDM Desa, khususnya para sarjana bertugas mengedukasi, memandu masyarakat dalam perwujudan kampung mandiri dengan tidak sekedar menjadi penyedia komoditi mentah, akan tetapi juga mencipta produk unggulan. Terberdayalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), tidak sebatas slogan panggung program.
Sebagai tambahan inovasi dari praktik penyontohan apa yang terjadi di New Zealand, saya memiliki visi pengembangan asset desa berbasis digital; teknologi blokchain.
Diketahui, blokchain merupakan teknologi keuangan masa depan yang diprediksi akan menjadi tren 2030 mendatang. Sisi ini insyaAllah saya siap membantu, karena saya terintegrasi langsung dengan PT. Santara Daya Inspiratama, penyedia layanan bursa keuangan digital yang berpihak pada kaum papa. Bagaimana mekanismenya?

Aset perkebunan para warga desa, nantinya bisa dimasukkan ke dalam bursa perdagangan digital, ia terkategori ke dalam SAWIT KOIN.

Koin-koin inilah yang akan diputar berdasarkan apa yang dinamakan blokchain sebagai underlying (jaminan) selain emas yang sudah disediakan oleh perusahaan, semuanya tergabung ke dalam Cyronium.

CYRONIUM sebagai moda investasi yang dapat dimanfaatkan oleh para petani, pelajar, ibu rumah tangga, semua penduduk desa. Ini menarik, karena disamping mereka mengoptimalkan hasil SAWIT secara riil, mereka juga dapat menabung emas di cyronium, dan atau berinvestasi di SAWIT KOIN milik sendiri. Bukan tak mungkin menyusul RAMBUTAN KOIN, LADA KOIN, dll.

Pengembangan hasil riil dan digital dapat digunakan kembali untuk kepentingan bersama, seperti perluasan lahan, penambahan produk, membangun jalan, saluran air, kesehatan, pendidikan, riset dan pengembangan teknologi – sangat cair tergantung kesepakatan pihak-pihak yang diamanahkan.

Secara sistemik, badan usaha sebentuk PT yang dimiliki masyarakat turut mampu menyerap tenaga kerja guna menjalankan roda perusahaan. Divisi keuangan, SDM, sampai security dapat diadakan mengingat kebutuhan pabrik yang perlu dipantau. Demikian bergulir seterusnya.

Sudah saatnya kita menjadi tulang punggung atas diri sendiri. Berdaulat di atas tanah tempat kita lahir dan berpijak.


Remahan inspirasi dari Guru Besar, Mardigu WP

No comments

silahkan bergabung di sini..berbagi ilmu secara sopan dan penuh keakraban..